Datu Landorundun atau yang dikenal sebagai Landorundun
adalah seorang putri bangsawan Toraja yang tinggal di daerah Gunung Sesean(2100mdpl). Terkenal karena mempunyai paras yang sangat cantik dan rambut
panjang yang juga sangat indah.
Pada waktu kelahiran Landorundun, terjadi keanehan yang
mungkin berada diluar nalar, saat itu ketika ibu Landorundun melahirkan, yang
keluar bukanlah sosok seorang bayi, namun menyerupai batang pakis yang di
liliti oleh rambut panjang dan tebal.
Saat itu ayah Landorundun kaget dan tidak mengerti apa yang terjadi, kemudian
dia memanggil tetua atau pemuka adat untuk melakukan ritual doa untuk apa yang
terjadi.
Setelah ritual doa selesai, barulah terdengar suara tangisan bayi dari dalam
lilitan rambut itu, kemudian terlihatlah bayi Landorundun.
Ketika Landorundun dewasa, ia memiliki paras yang sangat
cantik dan dian dianggap yang tercantik di Toraja kala itu, disamping itu dia
juga memiliki rambut yang sangat panjang. Dalam bahasa Toraja disebut panjang
rambut Landorundun adalah “sangpulo pitu da’pana, talluratu’ dangkananna” atau sekitar 25,5 meter.
Setiap pagi Landorundun mencuci rambutnya disebuah sumur
ditemani oleh beberapa dayangnya.
Suatu hari, ketika sedang mencuci rambutnya, ada sehelai
rambut yang putus. Kemudian sehelai rambut tersebut dimasukkan kedalam kulit
jeruk, lalu di buang ke sungai Tangnga yang mengalir diatas sumur Landorundun.
Kulit jeruk berisi rambut itu pun terbawa arus hingga masuk
ke Sungai Sa’dan, Sungai Terbesar di Toraja, yang mengalir melintasi beberapa
wilayah di Sulawesi Selatan.
Beberapa waktu kemudian, Kulit jeruk itu sampai ke sebuah sungai yang merupakan
daerah kekuasaan kerajaan Bone.
Saat itu putra mahkota kerajaan Bone yang bernama Datu
Bendurana sedang mandi disungai bersama beberapa pengawalnya, kemudia mereka
melihat sebuah keanehan didalam sungai disekitar kulit jeruk tersebut, dimana
terjadi pusaran air.
Datu Bendurana pun merasa penasaran dan menyuruh pengawalnya
mengambil kulit jeruk tersebut. Satu per satu pengawal yang mencoba
mengambilnya pun keluar dari sungai dengan kondisi cacat, ada yang buta dan ada
juga yang lumpuh.
Karena terlalu penasaran, maka Datu Bendurana sendiri yang
masuk kesungai dan mengambil kulit jeruk tersebut, dan dia berhasil. Saai itu dia membuka kulit jeruk yang
ternyata isinya adalah sehelai rambut yang sangat indah dan sangat panjang. Muncul dipikirannya bahwa pemilik dari rambut ini adalah
orang yang sangat spesial.
Setelah itu dia melakukan perjalan bersama pengawalnya
melintasi sungai, hingga akhirnya mereka tiba di daerah Malangngo’, Toraja.
Kapalnya tidak lagi bisa melanjutkan perjalanan dan akhirnya kandas di tempat
itu.
Perjalanan ia lanjutkan hingga sampai di gunung sesean.
Dalam perjalannya menuju gunung sesean, ada kumpulan burung yang mengiringi
perjalan tersebut dan selalu mengeluarkan bunyi yang tidak lazim, terdengar
seperti mengucapkan kata “kukita” yang dalam bahasa Indonesia berarti saya
lihat.
Oleh iringan burung tersebut, akhirnya Datu Bendurana dan
pengawalnya tiba di desa Landorundun di gunung Sesean.
Betapa kagetnya mereka ketika mengetahui bahwa pemilik
rambut itu adalah seorang gadis yang sangat cantik. Kemudian Datu Bendurana itu
melamar Landorundun yang kemudian disetujui oleh keluarga Landorundun dengan
beberapa tahapan upacara adat yang harus dilalui.
Juga terdapat satu “Basse” atau perjanjian antar kedua pihak
dimana jika Kerajaan Bone diserang musuh, maka masyarakat Toraja harus membantu,
juga sebaliknya.
Akhirnya Landorundun menikah dengan Datu Bendurana dan pergi
ke kerajaan Bone. Mereka menghasilkan keturunan yang nantinya meneruskan
kerajaan Bone.
Namun pada akhirnya Landorundun meninggal dan dimakamkan di
wilayah kerajaan Gowa. Saat ini makamnya berada di daerah Daya, Makassar.
Kisah landorundun ini meninggalkan beberapa peninggalan yang
masih terjaga hingga saat ini, yakni Desa Landorundun dan sumur Landorundun di
Sesean, serta perahu Datu Bendurana beserta pengawal-pengawalnya yang ada di
Malangngo’, namun kini hanya berupa batuan.
Sumber: Beatrix Bulo’ (Budayawan Toraja & Pengelola
Museum Landorundun)